SAMARINDA – Tak mengenal lelah untuk berupaya memberikan edukasi Masyarakat Hukum Adat (MHA), Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang sosialisasikan Peraturan Daerah Kaltim Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman pengakuan dan perlindungan MHA di Desa Ujoh Bilang, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Mahakam Ulu, Selasa (11/10/2022).
Veridiana mengatakan MHA merupakan sekelompok orang yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu di NKRI karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan tanah, wilayah, sumber daya alam, memiliki pranata pemerintahan adat, dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tentu, keberagaman suku atau adat istiadat tidak melunturkan semangat persatuan, justru menjadi pengayaan budaya dan modal pembangunan bangsa Indonesia dengan pancasila sebagai perekat.
“Merawat keberadaan suku bangsa dengan menjaga nilai luhur budaya atau adat istiadatnya adalah ibarat menjaga peradaban manusia,” kata Veridiana.
Menurutnya, dengan hadirnya Perda mengenai perlindungan MHA ini sebagai wujud hadirnya negara mengakui dan melindungi keberadaan suku bangsa dalam bentuk formal maupun non formal.
Pada Perda tersebut disampaikan Politikus PDI Perjuangan ini bahwa MHA di Kaltim adalah masyarakat Kaltim yang memiliki karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis, sesuai hukum adatnya.
Selain itu, memiliki ikatan pada asal usul leluhur, kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.
“Wilayah MHA ini adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau peraturan beserta sumber daya alam yang ada diatasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dan leluhur mereka atau gugatan atau kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat,” paparnya.
Karenanya, dukungan dari berbagai pihak dapat memperkuat inisiatif masyarakat mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk dihuni. Sebab pengakuan dan perlindungan terhadap MHA di Kaltim merupakan sebuah kebutuhan untuk menempatkan mereka pada harkat dan martabat sebagai anak bangsa.
“Sehingga dapat menikmati hak-hak mereka yang melekat dan bersumber pada sistem politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya, tradisi keagamaan, sejarah dan pandangan hidup. Khususnya yang menyangkut hak-hak mereka atas tanah, wilayah, dan sumber daya alam,” terang Legislator asal dapil Kutai Barat-Mahulu ini.
Ia mengharapkan para masyarakat dapat mengerti dan memahami fungsi masing-masing dalam pelaksanaan penetapan dan pengakuan MHA dalam melakukan identifikasi, inventarisasi, dan validasi terhadap usulan dari masyarakat adat dalam rangka penetapan dan pengakuan masyarakat hukum adat.